Adik Dinar tiba-tiba mengaku hamil dengan calon suaminya tepat tiga hari sebelum pernikahan mereka di gelar. Atas persetujuan anggota keluarga, mereka memutuskan membatalkan pernikahan Dinar dan menggantinya menjadi pernikahan adiknya. Bahkan memaksa Dinar menikah dengan kakak dari calon suaminya. Seorang tukang parkir yang di pandang sebelah mata oleh anggota keluarga mereka. Tapi bagaimana kalau tukang parkir yang mereka sebut-sebut hina itu tiba-tiba menampakkan kekuasaan yang tidak pernah di bayangkan sebelumnya?
View MoreDinar hendak beranjak dari tempatnya melihat seseorang yang diam-diam di rindukannya selama ini. Namun tangan Yuda menahannya. Dinar mendongak dengan tatapan memohon pada Yuda.“Diam di sini. Di mana-mana yang nengokin orang sakit yang mendekat. Bukannya kamu yang turun dari tempat tidur.”Mendengar perkataan Yuda, Daneen menghela nafas sembari mengarahkan tantenya Sania untuk mendekati bangsal Dinar.Sania memilih ujung bajunya. Tampak sangat ragu dan kikuk berdiri di samping sang kakak. Otaknya bekerja keras menyatukan kata apa untuk menyapa atau sekedar membuka pembicaraan.“Mbak?”Sania tertegun dengan pelukan erat Dinar. Butuh beberapa saat untuk dirinya merespon pelukan itu.“Maafin Mbak, Sania. Maaf,” lirih Dinar.Sania melepaskan pelukan kakaknya. “Jangan meminta maaf, Mbak. Gimanapun Mbak gak salah. Harusnya bahkan aku yang bilang maaf dan terima kasih.”Dinar menggeleng. “Mbak rasanya udah jahat banget sama kamu. Pura-pura gak peduli. Bahkan gak mau tau gimana kehidupan kamu
Yuda memicingkan matanya seolah mencoba mempediksi apa yang sedang di pikirkan putrinya.“Kita balik lagi ke Rumah sakit, Pa?” tanya Daneen tampak mencoba menghindari sesuatu.Seolah dia bisa tau kalau akan di tanyai masalah yang tadi.“Ya,” balas Yuda singkat.“Dia itu, bukan pacarmukan?” tanya Yuda tidak tahan untuk tidak bertanya.“Dia siapa?” tanya Daneen balik tampak tidak paham.Papanya mendecak . “Gak usah pura-pura gak ngerti. Papa tau loh ekspresi kamu kalau lagi suka sesuatu.”“Papa ngomong apa sih?”“Kerja di mana dia? Terus gimana bisa dia mukul kamu?”“Kenapa bahas dia sih, Pa? Kita fokus mikirin mama aja.”****Bagi Yuda, Daneen sedang menghindari pertanyaannya seputar laki-laki yang di lindunginya tadi. Yang pada akhirnya Yuda lepaskan karena permintaan putrinya. Tapi tentu saja Yuda masih merasa ingin tau. Ralat, ia perlu tau dan sungguh harus tau tentang laki-laki itu.Cuma Daneen cukup keras kepala untuk tidak mau membicarakan pria itu. Greget juga waktu Yuda terpaks
Yuda dan Daneen mendatangi kediaman Sania. Sebelum itu ia menelpon Bulan untuk segera menyusul ke sini. Di mobil, Daneen dan Yuda sama-sama hanya diam. Namun, diamnya seorang ayah, tidak bisa melepaskan sepenuhnya tentang kecemasannya saat putri kesayangannya ini rasanya belum makan apa-apaIa memesan makanan drive-thru tanpa banyak bicara lalu memberikannya pada Daneen. Dirinya Kembali fokus melihat jalan dan mengalihkan mobil ke jalur alamat yang mereka tuju.“Makasih, Pa.” Suara Daneen terdengar penuh dengan makanan.“Mmm.”Sebuah rumah yang taka sing bagi Yuda terpampang di hadapan mereka. Butuh beberapa saat untuk Yuda sehingga dirinya bisa melangkahkan kakinya.Rumah ini, jadi lebih mengerikan dari terakhir kali dirinya ke sini dulu. Tampak sangat tidak terawatt dan banyak bagian rumah yang butuh renovasi.Ia mengikuti Daneen yang mengetuk pintu dan memanggil si pemilik rumah. Lalu seseorang dengan wajah lelah dan tampaknya baru habis menangis, membukakan pintu.“Tante, gimana k
Yuda harusnya menyadari ini sejak awal. Bahwa kembali ke kampung halaman istrinya, hanya akan membawa petaka. Tapi di sinilah jawaban atas kebingungan dan keputusasaan dirinya dan istrinya. Tapi bagaikan pertukaran yang tak mungkin bisa di pilih. Karena pada akhirnya Yuda juga harus menerima istrinya terbaring di rumah sakit dengan balutan perban di kepala Dinar. Kecemasan tak kunjung reda, dengan pemandangan wajah istrinya yang tak kunjung membuka mata.“Papa?”Panggilan itu membuat Yuda menoleh singkat. Harusnya saat ini ia memeluk gadis kecilnya yang sudah menjadi dewasa ini. Yang menghilang tanpa kabar bahkan tak memberikan alasan jelas. Mungkin tak berselang puluhan tahun kepergian putrinya. Tapi sudah cukup membuat banyak perubahan.“Mama masih belum sadar?” Suara itu berpindah ke samping istrinya. Jemari Dinar diraih. Kini kedua tangan Dinar di remas hangat. Andaikan tidak dalam kondisi seperti sekarang, mungkin ini adalah moment membahagiakan. Tapi sayangnya yang terasa han
Yuda memasukan koper ke dalam mobil. Dirinya melirik Dinar yang mengipasi wajahnya seperti orang kepanasan. Cuaca memang sedang terik saat mereka tiba mendarat beberapa menit lalu."Loh. Kok mobilnya jalan, Mas?"Yuda tersenyum dengan keterkejutan Dinar, karena mobil jemputan yang berjalan tanpa mereka."Kita naik motor, " ujar Yuda.Dinar membulatkan mata. "Panas, Mas," keluhnya dengan wajah cemberut.Motor yang akan mereka naiki di antarkan seseorang. Untungnya bukan motor lama Yuda yang 20 tahunan lalu. Motor itu pasti sudah tidak bisa di gunakan. Setau Dinar motor itu sudah di museumkan oleh Yuda.Masih dengan wajah cemberutnya, Dinar mengenakan jaket dan helm yang di berikan Yuda."Kita udah gak muda lagi loh, Mas," gumam Dinar.Yuda meraih jemari Dinar agar erat memeluk pinggangnya. "Ini buat mengingatkan kita kalau kita pernah melewati hari-hari dengan cinta kayak gini."Ban motor berjalan seiring dengan tarikan gas. Jemari Yuda terus mengelus jemari yang sejak dulu menemaninya
"Maafin aku ya tante."Ana menoleh pada Dinar yang sejak tadi diam dengan pandangan lurus tanpa ekspresi.Ia tau persis perasaan tantenya ini setelah apa yang hanya bisa mereka lihat.Bahkan Ana merasa bersalah karena terlalu cepat menyimpulkan saat seharusnya ia memastikan dulu."Aku udah bikin tante kecewa."Ana mengeratkan pelukannya."Enggak, Ana. Tante tau niat kamu baik. Tante tadinya cuma berpikir terlalu tinggi."Setelah Ana menghidupkan secercah keyakinan pada tantenya dengan keberadaan Daneen yang bisa mereka ketahui, akhirnya mereka harus kembali diliputi gelapnya jejak Daneen.Bahkan setelah Satria mengeluarkan berbagai ancaman pada pihak penerbit lagu itu.Jujur, yang sangat membuat Ana menyesal, tidak mendengarkan Satria sejak awal."Gak sebaiknya kita cari tau dulu?""Aku yakin betul ini Daneen, Mas. Semakin cepat semakin baik. Aku yakin pasti penyanyinya Daneen. Itu suara Daneen."Ana dengan tampak menggebu-gebu tak dapat lagi menahan diri.Memang Satria harusnya menah
"Terima kasih banyak karena kamu dan yang lain sudah baik padaku."Aprilia di bantu Ana mempacking baju-baju ke koper.Hari ini, Aprilia memutuskan akan segera pergi. Bersamaan dengan itu, pengurusan perceraian antara dirinya dan Jono sedang di urus."Jangan ngomong gitu. Kami sudah menganggap kamu seperti keluarga."Ana menekan sekuat-kuatnya nada bicaranya. Wajahnya menekuk sembari terus membantu Aprilia."Apa harus, kamu pergi dari sini? Bercerai dengan Om Jono, bukan berarti kamu harus pergi. Toh Om Jono berniat pergi dengan istrinya dari sini. Mereka akan menempati Villa kakek sampai masa penyembuhan tante Yanti."Tak sekali dua kali bujukan di berikan Ana dan yang lain agar Aprilia tak usah pergi. Apalagi Dinar yang sudah berulang kali bilang agar tinggal di rumahnya.Namun Aprilia tetap pada keinginannya."Aku sudah punya rencana hidup yang hendak kujalani ke depannya. Ini seperti keinginanku."Sejak dulu, Aprilia selalu berharap punya kehidupan damai, di sebuah tempat yang bis
Keadaan pamannya nampak sungguh mengenaskan. Balutan perban di sekujur tubuhnya entah di sebabkan oleh apa.Bahkan Aprilia sampai lupa apa yang terjadi pada pamannya saat terakhir bertemu kala itu.Tidak ada yang menunggui beliau di ruangan ini. Aprilia mendekati pamannya yang terbujur dengan keadaan lemah. Istri dan anak-anaknya tampak tidak ada di sana.Mata beliau menatapnya dengan linang air mata."Paman," panggil Aprilia dengan suara pelan.Mulut beliau nampak hendak mengucapkan sesuatu. Beberapa saat baru bisa mengutarakannya."Ma-af. Ma-af."Aprilia menggeleng. "Gak paman. Paman gak usah minta maaf. Aku paham paman frustasi."Keheningan menyelimuti keduanya. Seolah sama-sama tenggelam dalam kenangan masalalu.Aprilia hanya mengingat kala dirinya kecil. Hanya bisa menangis dengan koper besar yang ada di samping tubuhnya. Ia tak tau apa sebabnya berada di luar rumah tanpa ingatan apapun.Seorang diri, hingga wanita yang biasa ia panggil mama datang. Membawakannya segelas air puti
"Kamu baik-baik ajakan?"Ana tau pertanyaannya bodoh. Bagaimana bisa Aprilia merasa baik-baik saja di kondisi yang seperti ini.Tapi jujur ia bingung harus bertanya bagaimana. Satu sisi, ia melihat Aprilia yang tampak sedih dengan situasinya. Dan di sisi lain, ia tak mungkin merasa kepulangan tante Yanti adalah masalah. Karena bagaimanapun tantenya itu istri sah om-nya."Tanganku udah gak berdarah lagi."Aprilia menunjukkan tangannya yang berbalut perban.Namun tak dapat di tutupi ekspresi wajah Aprilia yang tampak menunjukkan luka. Bukan tentang luka yang sempat Aprilia dapatkan karena menahan cutter hingga melukai telapak tangannya.Tapi tentang kondisi di mana Aprilia terlihat seperti serba salah."Semoga mereka bisa saling menerima satu sama lain lagi. Dan Tante Yanti sembuh," ujar Aprilia.Tetap saja Ana tidak bisa di bohongi. Ia tau Aprilia sepertinya sakit hati dengan hal itu. Karena selain kenyataan mungkin Aprilia harus pergi, Ana dapat melihat juga sepertinya ada cinta antar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.